PENGADILAN DI MEJA MAKAN
Mari melihat pengadilan
Dari sini, Tuan
Pada sebuah meja makan
Dan jamuan
Nilai kebenaran.
Mulanya berjejer, hidangan
Makanan dan minuman
Jadi hampiran
Menarik-narik angan
Jatuh ke perut pedalaman.
Lihatlah, tangan-tangan
Masuk ke cerukan
Mangkuk berlemak pedas, merayakan
Serat daging keratan
Membentur kerongkongan.
Di meja yang lain, sajian
Sirup aneka rasa dan warna, memberikan
Kebebasan pilihan
Sendawa dan bunyi-bunyian
Keluar dari kolong persembunyian.
Beberapa menit kemudian, Tuhan
Disebutnya, setelah bolak-balik ke jamban
Hilang tawa keserakahan
Dan mereka yang penuh kesederhanaan
Pulang membawa keselamatan.
Indramayu, 2019
GAZEBO KITA
0
Duduklah, di gazebo kita
Berteduh dari tuduh, segala peristiwa
1
Melebar pandang, menempuh bukit hijau
Ke lembah, lalu bergeser ke hati yang risau
2
Kopi dan potongan roti, pemecah kebisuan
Membuka pintupintu, ruang percakapan
3
Aroma kehangatan mengalir, sebuah sungai
Menyeret letak tangan, senyum pun berderai
4
Penyair meninggalkan pohon puisi, di sini
Daunnya gugur dan tumbuh, beri arti
5
Aku memungut katakata, berjingkat dari waktu
Seperti harapan, esok masih akan ada rindu
Indramayu, 2019
PUISI KORAN
Angin pagi bersepeda mengantarkan koran
Melempar senyum lalu berhembus lagi
Jauh ke sudutsudut yang paling lancip
Menempuh perjalanan kata dan bahasa
Berkejaran dengan berita TV dan kabar online
Aku masih setia meneguk bijibiji kopi
Seperti lovebird memecah jewawut
Menebus segala rindu di sangkar madu
Berlembarlembar dan kubolakbalik
Kutangkap katakata dan bahasa yang sama
Rumputrumput puisi menghijau di halaman
Seekor kambing bernyanyi dan menari senang
Melihat bungabunga dibelai jemari angin
Ada sepotong hati yang mula kuncup jadi mekar
Ada sebaris nama melekat di bawah judul puisi
Melukis lengkung warna pelangi di senyumnya
Indramayu, 2019
SEBUAH KELONTONG
Lorong bolong
Sebuah kelontong
Nyanyi sunyi, bagai puisi
Di tengah hari
Tak tampak pemiliknya
Tak seorang pun pembeli
Hanya seekor kucing termangu
Mirip di gambar sabun colek
Ngeong… mengusir kemarau
Bunyi kerekan sumur berkeriut
Sebentar kemudian,
Seorang perempuan keluar
Membawa kantong di matanya
Menghujani jalanan
Menghalau panas dan debu
Dalam ember air yang hampir susut
Ia mencoba melihat wajahnya
Bayangannya terdahulu. Kini telah pergi
Milik orang lain. Lenyap
Tinggal barang dagang tersisa
Di rak dan toples kuno
Murung seperti bendabenda di museum
Indramayu, 2019
YANG NYALA
Dari runcing mata
Serupa sorot lampu yang nyala
Melumat ke jalan
Ke titik hamparan
Tempatku berdiri, seorang diri
Ya, itu matamu, Za
Cahaya sempurna
Ada kilat permata di sana
Warna matahari pagi
Hangat mendekap
Tangis embun semalan
Meleleh di pipi dedaunan
Indramayu, 2019
YANG PERGI
Jika telah ke akhirnya
Yang pergi biarlah pergi
Menuju keabadiannya
Bebunga keriput, dijemput maut
Indramayu, 2019
- PUISI FARIS AL FAISAL; PENGADILAN DI MEJA MAKAN – 30/08/2020