BERSEKOLAH DI LIMA TEMPAT
Waktu kecil,
saya bersekolah di lima tempat
sebagian guru saya batu, buta, dan bisu
dari mereka—–saya belajar banyak hal
beberapa di antara——- yang saya ingat,
bahwa cinta adalah contoh yang harus diteladani
bahwa contoh harus ditunjukkan dengan cinta, gagah, dan cantik
bahwa perahu, bika, dan saloi adalah tas dan buku
bahwa parang, linggis, tamako, dan dayung adalah pena
bahwa kampung, rumah, laut, dan kebun adalah sekolah
bahwa menjadi manusia tak harus menjadi orang besar
bahwa menjadi orang besar harus menjadi manusia.
Setelah bertahun-tahun mengembara di tanah rantau
betapa gembiranya saya ketika kembali ke kampung
saya bisa melanjutkan studi saya di rumah, di pantai
di kebun, secara gratis, bebas———- dan merdeka.
Supu, 2020.
KEMBALI KE SEKOLAH
1/
Ibu ke kebun menggendong saloi
saya ke sekolah menggendong tas
ayah ke kebun menggendong parang
saya ke sekolah menggendong pena
dari kebun
ayah dan ibu pulang membawa
buah, kayu, sayur, pisang, dan kelapa
dari sekolah
saya pulang membawa
tas, buku, pena—— dada, dan kepala.
2/
Ayah ke laut membawa dayung
saya ke sekolah membawa pena
di laut ayah menulis di perahu
di sekolah saya menulis di buku
di laut ayah menulis
saya, angin, hujan, ombak, dan ikan-ikan
di sekolah saya menulis
ayam, angan, ingin, omong, dan akan-akan.
Supu, 2020.
DI KAMPUNG
Ilmu yang saya bawa
dari kampus dan buku-buku
setiap hari saya bawa ke pantai
di tepi pantai————–kami duduk
menunggu para nelayan pulang bersekolah.
Ilmu yang saya bawa
dari kampus dan buku-buku
dua kali seminggu saya bawa ke bukit
di bukit, kami bekerja sambil belajar kepada
akar, pohon, ranting, daun, buah, bunga, dan burung-burung.
Ilmu yang bawa
dari kampus dan buku-buku
bertahun-tahun membawa saya
—————————-ke kampung khayalan
saya pulang membawa mereka
untuk menemukan kenyataan
di sini.
Supu, 2020.
DI TELUK LOLODA
Ombak yang sering nyasar ke mata kita—- kini tak lagi kesasar. Aku tak tahu, apa karena angin yang terlalu sering bertiup dari pantai selatan. Atau laut masih ingin menyimpan rindunya, dan pada waktunya akan ia lepas. Kemudian ke mata kita ia kembali berdebur, ke dada kita ia kembali melebur—-dan kita, harus kembali berlibur, dari laut yang telah kita anggap sebagai sekolah, sebagai madrasah. Kemudian kepada kebun, kepada bukit—– kita kembali bersekolah.
Supu, 2020.
- PUISI-PUISI ABI N. BAYAN: DI TELUK LOLODA – 05/07/2020