Aku Tahu Hatimu Luka
Dari nyala lilin yang tersisa kuintip bilik kemarau
yang terlepas sedang terluka dan berdarah
ditikam waktu, Perahu tak henti menyematkan
rindu mengusik sukma.
Kita sudah berkolam sendiri. Aku tahu kau kehilangan pengayuh,
aku tahu itu. Kita tak mungkin berdua dalam sampan yang sarat.
Luka yang mengelupas tak mungkin kubalut dengan puisi lama,
sepertinya kita berdiri memandangi pelayaran matahari di atas bukit bersama bayang. Anak-anakku dan anak-anakmu merindukan taman seperti dulu kita berada di dalamnya.
Aku tahu luka yang terjebak sunyi tak mampu mengggapai bilik hanya sekuntum doa hari tua kita sandarkan di bukit sana, sayang…
Pertengkaran Kecil
Telah lama kutulis di kertas. Berlembar-lembar dan jadi buku, untuk dibaca, tapi kau semakkan hati ke rukam.
Duh…pedih sekali tertusuk durinya.
Kau layang surat minggu kemarin. Di dalam ada perangko.
Aku kau suruh mengisi kekosongan setelah kejalanganmu mencabuli mulut dan bathinku.
Kita semai bibit berharap tumbuh.
Pupuk sudah ditebar di galangan larut dibawa hujan ke tanah belahan.
Sudah kutulis jadi buku tapi di baca-baca.
Tanaman itu telah subur di tanah tetangga.
Aku tak berhak melarang ketumbuhannya.
Bunga Angin
Dua jari jemari tahun telah tergadai puisiku, pada sisi-sisi meja dan kursi busa tebal. Sekian tanda tangan telah merobek bunga mekar di halaman.
Angin menembus lewat gorden. Puisi itu tergadai setumpuk map dan tanggung jawab. Ladangku seperti dibakar sepi. Aku bangkit jadi bara api yang membakar sepi puisiku.
Tanda tangan angin berbunga angin dan berbuah angin. Terlempar ke jeram menggelikan. Kesetiaan jerat tak selalu mangsa yang tersesat. Dalam kurun waktu itu terbelenggu.
Ketika bangkit dari siul angin, mereka masih menatapku. Baju segala tanda telah di lepas. Kemana dan dimana angin bertransmigrasi?
Baju dan segala atribut telah dilepas dari sangkar. Angin mengepak sayap-sayap burung, tapi masih belum bisa menghidupkan kobaran dalam tungku. Diamlah angin sementara aku ingin membakar belantara ini pada kefanaan dunia yang belum juga kiamat-kiamat.
Sumber: Antologi Puisi Hamami Adaby, Sajak-sajak Bunga Angin
- SAJAK HAMAMI ADABY: Bunga Angin – 12/02/2021